Written by Muhaimin Iqbal
Monday, 15 March 2010 08:32
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan inflasi adalah kenaikan harga-harga terhadap barang dan jasa secara umum dalam periode tertentu. Menurut para penganut teori Monetarist, penyebab utama inflasi ini adalah supply uang. Bahkan dalam pandangan MonetaristEconomist terkenal Milton Friedman “Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon.”
Dalam sistem ekonomi barat ada yang berpendapat bahwa inflasi ini ada positifnya karena antara lain berguna untuk mendorong investasi sektor riil. Ketika inflasi tinggi orang cenderung untuk tidak mempertahan assetnya dalam bentuk uang – tetapi dalam bentuk barang, kebutuhan akan barang inilah yang mengangkat produksi dan memutar ekonomi.
Dalam Islam, produksi sektor riil tidak didorong oleh inflasi tetapi oleh putaran uang yang lebih cepat. Kekayaan bukan untuk ditimbun tetapi berputar ke masyarakat luas – berputar tidak hanya pada yang kaya tetapi juga pada yang miskin. Dalam pandangan Ibnu
Taimiyyah, pemerintah yang mencetak fulus melebihi kebutuhan transaksi – dus menyebabkan inflasi – adalah pemerintah yang mendhalimi rakyatnya.
Pandangan Ibnu Taimiyyah inilah yang sebenarnya lebih pas untuk manusia modern di zaman ini sekalipun. Pemerintah-pemerintah dunia akan mampu menjaga kemakmuran rakyatnya bila mereka bisa menurunkan atau bahkan menghilangkan inflasi – kalau saja mereka mau!.
Contoh betapa inflasi menyengsarakan rakyat seluruh dunia dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh International Rice Research
Institute (IRRI) yang menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir saja, harga beras di dunia telah mengalami kenaikan rata-rata hampir
dua kali lipat. Padahal sangat sedikit porsi penduduk dunia yang bisa meningkatkan penghasilannya dua kali lipat dalam periode tersebut.
Artinya, rata-rata penduduk dunia menurun tingkat kemakmurannya – karena penurunan daya beli uangnya ini. Hal ini juga bisa kita
rasakan di rumah tangga kita masing-masing. Bisa saja penghasilan kita meningkat dari tahun ketahun, tetapi kok beban hidup tidak
terasa lebih ringan ya…?; bila Anda merasakan hal yang sama – sangat bisa jadi ini karena kenaikan penghasilan Anda kalah cepat
dengan inflasi terhadap harga-harga kebutuhan pokok Anda.
Yang bisa mengendalikan inflasi ini adalah pemerintah khususnya otoritas moneter; rakyat seperti kita tidak bisa mengendalikan inflasi ini.
Meskipun demikian, sebenarnya ada yang bisa dilakukan oleh rakyat seperti kita-kita untuk tidak menjadi korban inflasi ini. Dengan apa
kita dapat melakukan ‘perlawanan’ terhadap inflasi ini ?.
Dengan meminimise penggunaan uang yang menjadi penyebab inflasi tersebut. Menurut para penganut paham Monetarist diatas, inflasi
kan disebabkan oleh supply uang – ya jangan taruh kekayaan Anda yang kegunaannya bersifat jangka panjang dalam bentuk uang. Bila
Mayoritas kekayaan Anda tersimpan dalam nominal mata uang (Rupiah, US$ dlsb), maka daya beli kekayaan Anda tersebut akan terus
menurun bersamaan dengan waktu. Bila dalam lima tahun terakhir saja harga beras internasional rata-rata naik dua kali, berarti daya beli
uang Anda terhadap beras turun tinggal separuhnya – maka bisa Anda bayangkan bila lima belas tahun dari sekarang Anda pensiun
misalnya – maka saat itu daya beli asset Anda bisa jadi sangat tidak memadai untuk kehidupan saat itu.
Dalam situasi inflasi yang sangat tinggi sekalipun (hyper inflasi), harga barang-barang naik relatif bersamaan – maka nilai tukar benda riil
yang satu relatif stabil terhadap benda riil yang lain. Artinya bila asset Anda berupa benda riil yang tidak aus atau rusak, maka daya beli
asset Anda tersebut insyallah akan relatif stabil. Salah satu benda riil yang tidak aus/rusak , sangat likuid dan statitisk daya belinya
terbukti sepanjang zaman adalah Emas atau Dinar.
Emas atau Dinar terbukti memiliki daya beli relatif stabil sepanjang lebih dari 1, 400 tahun; bukan hanya untuk membeli kambing 1 Dinar
tetap dapat satu ekor kambing sejak zaman Nabi – sampai sekarang; untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras pun insyallah relatif
stabil. Bila data dari IRRI tersebut saya sajikan kembali dalam nilai emas; maka Anda akan bisa lihat bahwa harga beras rata-rata
berfluktuasi di sekitar 0.7 oz emas/ ton beras. Ada yang di kisaran 1 oz emas/ton beras, namun ada juga yang di 0.5 oz emas/ton beras.
Perbedaan harga karena jenis/kwalitas ini wajar, karena di barang apapun termasuk di kambing pun juga demikian. Kambing-kambing
yang kami pelihara di pesantren Darul Muttaqqiin untuk indukan rata-rata 2 Dinar, bahkan pejantan unggul bisa berharga diatas 10 Dinar.
Tetapi secara umum di pasar 1 Dinar akan tetap dapat untuk membeli kambing yang cukup baik.
Demikian pula di beras; ada beras Jepang yang sangat mahal, tetapi dengan 0.7 Oz emas atau sekitar 5 Dinar Anda tetap dapat membeli
beras 1 ton di sepanjang masa.
Masih ada satu lagi, dalam lima tahun terakhir setelah ditimbang/dinilai dengan emas-pun harga beras tidak menjadi datar – tetapi
bergelombang membentuk gelombang sinus; inilah dampak dari naik turunnya harga yang fitrah karena mekanisme pasar supply and
demand – bukan lagi faktor inflasi.
Karena inflasi bisa dilawan dengan pertukaran barang yang satu dengan yang lain tanpa menggunakan uang; maka inilah yang melatar
belakangi bangsa-bangsa di dunia sedang berlomba menciptakan system barter modern – seperti juga yang sedang kita kaji dalam
Indobarter project. Tidak akan mudah memang, tetapi untuk sesuatu problem yang tidak pernah bisa diatasi oleh pemerintah-pemerintah
dunia – yaitu problem inflasi; maka hal yang sulit tersebut cukup menantang untuk dicoba – Insyallah.