
Disini, saya tidak akan bicara bagaimana cara menularkan penyakit cinta. Namun saya hanya ingin berbagi apa yang saya baca dalam bukunya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah terjemahan Kathur Suhardi yang berjudul Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu Penerbit Daarul Falah (Judul Asli, Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin).
Dalam salah satu Bab nya (Bab 2) dituliskan tentang Penggunaan Istilah-istilah Cinta dan Makna Masing-masing. Di sini saya akan coba tulis ulang satu persatu.
- Al Mahabbah (Kasih Sayang
Makna asalnya adalah ‘bening’. Sebab bangsa Arabmenyebut itilah ‘bening’ untuk gigi yang putih. Ada pendapat lain, yang diambilkan dari kata al-habab, yaitu ‘air yang meluap setelah turun hujan’. Dari sini dapat diartikan bahwa al-mahabbah adalah luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih. Ada pula yang mengartikannya ‘tenang’ dan ‘teguh’ , seperti onta yang tenang dan tidak mau bangun lagi setelah menderum. Seorang penyair berkata:
Satu cambukan mengenai onta
Cambukan tatkala ia menderum
Jadi, seakan-akan orang yang mencinta itu telah mantap hatinya terhadap orang yang dicintai dan tidak terbetik untuk beralih darinya. Tapi, ada yang justru mengartikan sebaliknya, yaitu gundah yang tidak tetap. Maka anting-anting disebut dengan kata hiba, karena ia tidak pernah diam dan tetap berada ditelinga. Seorang penyair berkata:
Ular tidak pernah diam
Di tempat siap menerkam
Ada pulayang berpendapat bahwa kata al-mahabbah berasal dari al-habbu, artinya ‘inti sesuatu’, ‘biji tanaman’ atau ‘pepohonan dan asal muasalnya’. Tapi adayang mengartikannya gelas besar untuk mencampur sesuatu agar muat banyak. Hati orang yang mencinta tidak mempunyai tempat yang lapang kecuali bagi orang yang dicintanya.
Ada yang mengartikannya ‘usungan bejana’ atau lainnya, yang menjamin keamanannya. Cinta diartikan seperti ini karena orang yang mencinta mau memikul beban yang berat demi orang yang dicintainya, seperti usungan yang dibebani barang yang diletakkan di atasnya.
Ada pula yang berpendapat, kata ini berasal dari ‘buah hati’. Cinta dinamakan seperti ini karena cinta itu bisa bisa sampai ke buah hatinya. Hal ini serupa dengan perkataan manusia, “memunggungi jika punggung beradu punggung; mengepalai jika kepala beradu kepala; membatin jika batin beradu batin.” Tetapi perbuatan ini terjadi jika kedua belah saling aktif. Sedangkan dalam cinta, pengaruhnya saja yang sampai kepada orang yang dicintai.
Yang jelas disini ada dua asal kata kerja: habba dan ahabba. Seorang penyair berkata,
Aku mencintai Abu Marwan karena kormanya
Kutahu kelembutan akan berbuah kelembutan pula
Demi Allah, aku tiada mencinta jika tiada korma
Tidak lebih dekat dengan orang budak dan orang merdeka
Al-Jauhary merubah bacaan kata habba dan memadukan antara dua asal kata itu. Tapi untuk kata kerja dan dan kata subyeknya manusia lebih cenderung menggunakan kata yang terdiri dari empat huruf, seperti ahabba yuhibbu huwa muhibbun. Sedangkan untuk kata obyek penderitanya mereka menggunakan asal kata fa’la (terdiri dari tiga huruf), sehingga menjadi mahbubun, dan mereka tidak mengatakan muhabbun (bentukan dari empat huruf). Seorang penyair berkata,
Kini engkau sudah datang
Dan jangan engkau ragukan
Diriku sebagai orang yang layak dicintai
Dan memiliki kehormatan diri
Kata al-muhabb ‘orang yang dicintai’ bersal dari kata kerja af’ala. Sedangkan habib lebih banyak digunakan dengan pengertian al-mahbub ‘yang dicintai’. Seorang penyair berkata,
Kuhampiri malam hari
Agar menjadi kekasih hati
Tiada hutang yang ada
Justru aku mencarinya
Namun kadangkala mereka juga mengguanakan kata itu dengan pengertian al-muhibb ‘orang yang mencintai’.
Jadi kata habib bisa diartikan orang yang dicintai dan bisa diartikan orang yang mencintai. Sedangkan kata al-hibbu dengan mengkasrahkan huruf ha’ juga sama artiny dengan al-hubbu. Namun tidak jarang diartikan orang yang dicintai atau kekasih. Bentukan kata ini seperti kata dzibhun yang berarti madzbuh ‘’yang disembelih’. Jadi ada persekutuan antara kata subyek dan kata obyek. Abu Ubaid berkata, “Kata sibbun artinya adalah ‘orang yang banyak mencela’.” Hasan berkata di dalam syairnya,
Jangan engkau mencelaku
Hanya orang yang mulia yang layak mencelaku
Bentukan obyek seperti ini bisa menyekutukan antara mashdar dan kata obyek, seperti kata rizqun. Namun dengan dibaca al-hubb terkandung isyarat yang lembut. Bacaan al-hibbu terasa lebih enteng. Sementara dengan dibaca al-mahbub terasa lebih pas dihati.
Banyak pendapat tentang batasan maknakata al-mahabbah. Ada yang berpendapat, artinya adalah kecenderungan secara terus menerus, dengan disertai hati yang meluap-luap. Ada yang berpendapat, artinya mendahulukan kepentingan orang yang dicintai ketimbang hal-hal lain disekitarnya. Ada yang berpendapat, artinya menuruti keinginan orang yang dicintai, baik tatkala sang kekasih ada disampingnya atau tidak ada di sampingnya. Ada yang berpendapat, artinya menyatukan keinginan orang yang mencintai dan orang yang dicintai. Ada yang berpendapat, artinya mendahulukan keinginan orang yang dicintai. Ada yang berpendapat, artinya pengabdian. bersambung…..
2 tanggapan untuk “Ngomongin Masalah Cinta”
Informasi menarik…. Ditunggu sambungannya. Nggak lama lagi kan?
🙂 Salam,
Mochammad
http://mochammad4s.wordpress.com/
Terima kasih mas..just sharing, insyaalloh sambungannya segera 🙂
Terima kasih juga atas kunjungannya…