Dr Irwandi Jaswir, Peraih Best Innovation Award dalam Pertemuan Penelitian Halal Dunia
Sepuluh tahun berkarir di Malaysia sebagai peneliti, semangat merah putih Dr Irwandi Jaswir masih belum luntur. Setiap kali mendapat penghargaan, nama Indonesia selalu dia sebut. Penghargaan paling gres, Best Innovation Award, dia peroleh dalam forum ilmiah World Halal Research Summit 2010 di Kuala Lumpur pada akhir Juni lalu.
Laporan Oleh: ZULHAM MUBARAK, Jakarta
Umur Irwandi masih muda, 39 tahun. Sudah sepuluh tahun dia dan keluarganya tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia. Sehari-hari, dia bekerja sebagai peneliti di International Islamic University of Malaysia (IIUM). Jabatannya, koordinator riset di Halal Industry Research Centre.
Sejak dua pekan terakhir nama Irwandi menghiasi sejumlah media massa nasional dan internasional. Itu terjadi setelah dia berhasil meraih penghargaan Best Innovation Award dalam forum ilmiah World Halal Research Summit (WHRS) 2010 yang diadakan di Kuala Lumpur.
Forum WHRS merupakan ajang tahunan yang diikuti para peneliti dari seluruh dunia dalam bidang penelitian terkait dengan industri halal. Ajang itu diadakan dalam rangkaian Malaysian International Halal Showcase (MIHAS). Yakni, pameran perdagangan halal terbesar di dunia.
WHRS yang diikuti ratusan peneliti dari berbagai negara tahun ini hanya memilih tiga penerima anugerah. Mereka adalah Irwandi dan dua peneliti lain dari India serta Malaysia.
Irwandi berhasil meraih penghargaan bergengsi tersebut melalui karya penelitiannya yang berjudul: Nano-Structural Properties of Alternative Collagen for Halal Industry (Sifat Struktur-Nano Kolagen Alternatif untuk Industri Halal).
“Penelitian itu mengurai permasalahan, mengapa kebanyakan gelatin alternatif kalah kualitas dari gelatin babi. Kami melihatnya dari segi struktur nano,” jelas pakar masalah bioteknologi molekuler itu.Kiprah Irwandi dalam dunia penelitian tak bisa diragukan lagi. Sedikitnya, 30 penghargaan kelas internasional sudah berhasil diperoleh. Dia memiliki catatan 40 karya ilmiah di jurnal internasional serta 60 karya ilmiah di konferensi internasional. Belum lagi puluhan artikel ilmiah populernya di berbagai media massa serta lima artikel bab buku (book chapter) di buku ilmiah internasional.
Dalam riset terkait halal, pria asal Medan yang menjadi dosen terbaik IIUM 2010 itu pernah memenangi medali emas dalam kompetisi inovasi di Jenewa pada 2006. Saat itu, risetnya tentang metode cepat menganalisis lemak babi. Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) 1993 tersebut juga meraih posisi kedua dalam Anugerah Saintis Muda Asia Pasifik 2009 di Bangkok.
Dalam kompetisi penelitian halal tingkat dunia itu, pria yang kini berpangkat profesor madya tersebut mewakili tempatnya bekerja di Departemen Biotechnology Engineering IIUM. Untuk bisa menghasilkan penelitian yang memperoleh podium teratas dalam forum halal internasional itu, Irwandi membutuhkan sedikitnya empat tahun penelitian.
Setiap kali mendapat penghargaan atas penelitian yang dilakukan, dia selalu menyertakan nama Indonesia. “Menjadi bagian dari bangsa Indonesia itu membanggakan dan tak ternilai,” ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos (grup Bandung Ekspres) kemarin sore (26/7).
Ketika ditanya mengapa mendalami penelitian tentang halal, Irwandi mengungkapkan, berpartisipasi dalam penelitian halal adalah hal mulia. Dari kacamata Islam, dia bangga bisa mengembangkan terobosan bagi umat Islam untuk mendapatkan akses yang lebih luas pada produk halal.
Di sisi lain, lanjut dia, halal memiliki potensi tinggi karena sudah menjadi tren industri di dunia yang kini tertarik menghasilkan produk halal. Baik untuk makanan, minuman, obat-obatan, maupun produk kosmetik.
“Di sisi lain, mereka terbentur akses untuk mendapatkan sertifikasi halal karena kebanyakan bahan bakunya melibatkan gelatin babi yang jelas haram,” jelasnya.
Mengapa harus gelatin babi? Menurut Irwandi, gelatin dari ekstrak tulang dan kulit babi memiliki kualitas terbaik. Gelatin sapi atau hewan lain, kata dia, berkualitas di bawah gelatin babi. Karena itu, hampir 94 persen pasar gelatin dunia didominasi babi. “Di sisi lain, gelatin digunakan untuk banyak keperluan seperti memperkuat rasa, memperhalus tekstur susu, bahkan untuk bahan kapsul,” katanya.
Dalam penelitian terbarunya tersebut, dia menemukan bahwa gelatin dari bahan ikan bisa berkualitas setara dengan babi jika pengolahannya tepat dan akurat. Kesimpulan itu didapatkan Irwandi setelah menganalisis struktur molekul sejumlah sampel gelatin dari bahan alternatif.
Dalam prosesnya, yang berlangsung selama empat tahun, Irwandi juga menemukan, dari sampel 30 jenis ikan, bisa diekstrak beberapa gelatin yang cukup baik. “Namun, saya tidak bisa menyebutkan jenis ikannya dulu. Karya ini belum dipatenkan secara internasional,” ujar bapak tiga anak itu.
Pria yang beristri dokter gigi tersebut mengungkapkan, penelitian lanjutan akan ditempuh untuk menyempurnakan hasil temuannya. Alumnus The University of British Columbia, Kanada, itu menyatakan, potensi lain dari bahan pengganti gelatin babi juga bisa didapatkan dari bahan tumbuhan. Walaupun bahan pengganti gelatin dari tumbuhan tidak berkualitas baik, sedikit banyak fungsi gelatin babi bisa digantikan dengan bahan mirip gelatin dari tumbuhan. “Itu juga masih saya dalami,” katanya.
Irwandi menuturkan, yang dia lakukan saat ini merupakan ijtihad karena selama ini lembaga sertifikasi halal kerap kurang sempurna dalam bertugas. Artinya, mereka hanya fokus untuk menentukan antara yang halal dan yang tidak serta membagikan sertifikasi tanpa memikirkan alternatif bahan pengganti.
Lemahnya penelitian dan pengembangan membuat reputasi lembaga sertifikasi halal disepelekan. “Ketika orang bertanya apa bahan pengganti (bahan baku haram, red) yang halal, mereka kerap tidak bisa menjawab. Karena itu, saya tergerak untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut,” katanya.
Berbagai capaian yang cukup fenomenal di bidang penelitian internasional itu membuat Irwandi diincar sejumlah negara. Di antaranya, Malaysia yang dengan terbuka menawarkan kewarganegaraan. Namun, kata Irwandi, sampai kapan pun dirinya tidak tertarik untuk berubah kewarganegaraan.
Bagi dia, prestasi dan capaian ini akan didedikasikan untuk ibu pertiwi. “Saya memang tinggal di Malaysia dan berkarya di sini. Tapi, kampung halaman saya adalah Indonesia,” tegasnya.
Ke depan, dirinya berharap bisa menyumbangkan hasil penelitiannya bagi umat Islam di Indonesia dan dunia agar semua yang dia lakukan selama ini dapat diganti dengan pahala. “Sebab, pahala dari Allah itu tidak ternilai. Lagian, apa lagi yang kita cari di dunia selain pahala Allah?” ungkapnya. (c5/kum)(H.U. Bandung Ekspres e: selasa 27 Juli 2010)
2 tanggapan untuk “Empat Tahun Teliti Gelatin Ikan untuk Gantikan Babi”
Alhamdulillah….
saya sangat tertarik… seandainya bisa tau alamat korespondensi Bpk. Irwandi Jaswir dan bisa bertanya banyak tentang gelatin.. trmksh