Dan Berjalanlah di permukaan bumi, jadikan bumi dan apa yang ada didalamnya sebagai pelajaran bagi hamba-hamba yang berakal. Bahkan, sehelai daun yang jatuh dari pohonpun, terkadang harus dijadikan pelajaran.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran, 3:191)
Mari kita renungkan dan ambil pelajaran dari kisah seekor kura-kura, seekor kura-kura kalau hendak berjalan pastilah akan mengeluarkan kepalanya dari dalam tempurungnya. Dan ini adalah isyarat yang kura-kura berikan pada kita bahwa memang benar kita harus menggunakan kepala alias otak dan akal pikiran kita supaya kita bisa melakukan ini dan itu. Tanpa kepala kita tidak bisa membangun suatu hasil karya cipta apapun. Sebab, kepalalah pusat segala kekuatan kreatif imajinatif yang membantu menusia menghasilkan berbagai macam penemuan. Sehingga, kita bisa membangun peradaban. Itu benar.
Tetapi, mari perhatikan sang kura-kura itu sekali lagi. Dalam perjalanannya, dia sering berhenti. Dan ketika berhenti melangkah itu dia menarik kepalanya kembali masuk kedalam cangkang tempurungnya. Lalu dia berdiam diri. Pertanda apakah gerangan ini? Ini adalah tanda pengingat bagi kita yang terlampau mengutamakan akal, bahwa; sesekali kita harus menarik kekuatan akal itu ke belakang layar. Kemudian mendekatkan kepala kita kedada dimana didalam bersemayam sesuatu yang biasa kita sebut sebagai hati nurani. Sebab, kata kura-kura:’hati nurani itu akan membantu kita mengarahkan akal pikiran’.
Seolah-olah sang kura-kura berpesan kepada hamba “Berhenti sejenak dari terlampau menggunakan akal kamu. Dan sesekali ajaklah dirimu untuk berkontemplasi menggunakan hati nurani.”
Dan mari kita simak kisah seoarng zahid, Abdullah bin Mubarak sedemikian tergila-gila kepada seorang gadis dan membuat ia terus-menerus dalam kegundahan. Suatu malam di musim dingin ia berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya sampai pagi hari hanya karena ingin melihat kekasihnya itu walau untuk sekilas saja.
Salju turun sepanjang malam itu. Ketika adzan Shubuh terdengar, ia masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shalat ‘Isya. Sewaktu fajar menyingsing, barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dalam merindukan kekasihnya itu. “Wahai putera Mubarak yang tak tahu malu!”. Katanya kepada dirinya sendiri. “Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat pribadimu. tetapi apabila seorang imam shalat membaca surat yang panjang engkau menjadi sangat gelisah.”
Pesan hati sang zahid, yang mulai merasakan betapa hina nya manusia, yang hanya bisa patuh dan tunduk dengan nafsunya. Bahkan tanpa sadar, waktu yang berlalu sia-sia saja. Namun akal, terkadang tak tinggal diam dan selalu berusaha untuk memanusiakan manusia. Memposisikan diri sebagai manusia yang menggunakan akal, sehingga meminimalisasi sifat-sifat kebitanangan yang ada dalam diri manusia.
Allah swt berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami [ayat-ayat Allah] dan mereka mempunyai mata [tetapi] tidak dipergunakan untuk melihat [tanda-tanda kekuasaan Allah] dan mereka mempunyai telinga [tetapi] tidak dipergunakan untuk mendengar [ayat-ayat Allah]. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” ~ Al-A’raaf : 179.
Mereka tidak dapat memanfaatkan mata, telinga dan akal sehingga mensia-siakan hidayah Allah. Keadaan mereka seperti binatang bahkan lebih buruk dari pada binatang, kerana binatang tidak mempunyai akal dan upaya fikir untuk mengolah kesan penglihatan dan pendengaran mereka. Binatang hanya mewujudkan persepsi atau reaksi terhadap dunia luar secara naluri dan bertujuan hanyalah untuk meneruskan hidup [survival]. Betapa hinanya manusia yang menjadi seperti binatang ini dan menjadi hamba kepada hawa nafsu, malah mereka lebih rendah nilai kerana tidak mampu menggunakan kelebihan akal dan hati.
“Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun bagi mereka kerana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh keseksaan, yang dahulu mereka sering memperolok-olokkannya.” [Al-Ahqaf : 26]
Diakhir tulisan singkat ini, mari kita simak, inilah makna perkataan Ibnul Qayyim, “Nikmat itu jika dianugerahkan kepada seseorang hamba, maka bagi hamba itu nikmat bisa menjadi salah satu dari dua hal ini, bisa menjadi anugerah dan bisa pula menjadi bencana. Jika nikmat tersebut digunakan oleh si hamba untuk menjalankan ketaatan kepada Allah swt., hal itu menjadi anugerah dari Allah swt. kepada hamba-Nya (artinya nikmat yang gratis). Jika ia gunakan bukan dalam ketaatan kepada Allah swt., hal itu akan menjadi bencana dari Allah swt. kepadanya, dengan membiarkannya dalam kalalaian. Hingga ketika ia sudah benar-benar binasa, Allah swt. pun mematikannya.
waalahua`lam bishowab.
Menjelang Dhuha(20/09/2010), Apartemen kecil nan asri.Penulis: Arzil Yusri
Satu tanggapan untuk “Berhenti Sejenak Menggunakan Akalmu, Sesekali Ajak Nurani Bicara”
Nice Article, inspiring. Aku juga suka nulis artikel bidang bisnis di blogku : http://www.yohanwibisono.com, silahkan kunjungi, mudah-mudahan bermanfaat. thx