Gambar dari: http://www.techi.com
Beberapa hari lalu, muncul gunjingan di Twitter tentang pencarian dengan kata kunci “SMP” di mesin pencari Google akan memunculkan banyak konten porno. Karena tak yakin dan penasaran, tanpa pikir panjang saya mencoba memasukkan “SMP” ke kolom pencari Google.
Ternyata memang benar. Pada deretan teratas hasil temuan Google, muncul tautan web yang berisi video dengan judul:anak smp mL. Rasa penasaran saya belum berakhir. Saya ingin tahu apa yang akan terjadi jika kata kunci yang dipakai adalah “SMA”. Ternyata hasilnya tak jauh beda. Muncul beberapa tautan laman web dengan video yang berjudul: bokep anak SMA dan Skandal Seks Yeski Saat Sma.
Setelah proses Googling itu, seketika asosiasi saya terhadap kata “SMP” dan “SMA” menjadi ada sedikit perubahan. Dari yang tadinya ketika ada orang yang menyebut “SMP”, otak saya langsung mengasosiasikannya pada Sekolah Menengah Pertama dengan atributnya putih-biru, sekarang bertambah dengan kelaukan tak senonoh mereka. Begitu juga dengan kata “SMA”. Sial!
Sejurus kemudian otak saya memikirkan bagaimana cara agar ketika kita mengetikkan kata kunci “SMP” dan “SMA” di Google, hasil temuan teratasnya tidak lagi tautan web yang mengandung konten porno.
Saya sempat berfikir, apakah lebih baik saya setuju saja dengan wacana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), yang akan menutup web yang mengandung konten porno? Ternyata otak saya mengatakan tidak.
Saya lebih setuju dengan ide berikutnya dari sang otak. Yaitu, dengan cara memenuhi internet dengan konten positif yang berkaitan dengan SMP dan SMA. Logikanya, semakin sering dan semakin banyak konten positif tentang SMP dan SMA yang dikirim ke internet, maka jika ada yang mencari sesuatu dengan kata kunci “SMP” dan/ atau “SMA” Google akan menyuguhkan hal-hal yang positif.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara untuk memenuhi konten internet dengan konten positif yang berhubungan dengan SMP dan SMA? Dengan gaya berinternet anak SMP dan SMA sekarang, ditambah lagi dengan mengandalkan potensi sekolah yang ada di Indonesia, saya kira hal itu mudah dilakukan.
Jumlah pengguna Facebook di Indonesia pada 5 Agustus 2010 sebesar 26.277.000. Sebanyak 6.325.920 pengguna (24,1 % dari total pengguna Facebook di Indonesia) berusia 14-17 tahun.
Pada Juni 2010, Semiocast mencatat, Indonesia menempati peringkat ketiga pengguna Twitter di dunia, dengan menyumbang lebih dari 5,5 juta pengguna. Dan lagi-lagi, berdasarkan pengamatan sekilas (dari trending topic yang beberapa kali muncul dari Indonesia), terlihat bahwa kebanyakan pengguna Twitter adalah ABG (Anak Baru Gede) atau usianya antara 13-17 tahun.
Dari data tersebut terlihat gaya berinternet anak-anak muda Indonesia sekarang. Kebanyakan dari mereka mengakses Facebook dan Twitter.
Sekarang ini konten yang ada di dalam Facebook dan Twitter sudah sangat mudah terdeteksi pencari Google. Jadi, Facebook dan Twitter sangat bisa diandalkan untuk mempengaruhi mesin pencari Google.
Sarana selanjutnya yang bisa digunakan untuk membombardir internet dengan konten positif adalah web log. Web log atau yang biasa disebut dengan blog saja, adalah suatu laman web yang bisa dimiliki secara personal dan diisi dengan konten sesuai keinginan si empunya.
Banyak layanan blog gratis yang bisa dimanfaatkan misalnya WordPress.com, Blogspot.com, Blogdetik.com, Dagdigdug.com, dan sebagainya. Cara pengoperasiannya pun tak terlalu rumit. Hanya butuh waktu beberapa jam saja untuk mempelajarinya.
Facebook, Twitter, dan blog. Tiga sarana tersebut saya kira cukup ampuh sebagai senjata untuk merebut perhatian mesin pencari Google.
Hal yang kemudian menjadi pemikiran saya adalah konten positif seperti apa yang bisa dikirimkan melalui sarana tersebut? Lalu, bagaimana cara agar para siswa bisa dan mau mengirimkan konten positif?
Kemudian saya coba kembali ke hal-hal mendasar. Pertama, saya mulai dari yang sederhana. Ada banyak mata pelajaran di SMP maupun SMA. Itu artinya, banyak sekali bahan yang bisa diunggah ke internet.
Kedua, dalam lingkungan sekolah, guru mempunyai otoritas untuk mendidik siswanya, mengarahkan mereka mencapai suatu tujuan yang baik. Karena tujuan pendidikan adalah sesuatu yang normatif, maka guru pun mempunyai kekuasaan untuk “memaksa” siswa mengikuti aturan yang ditetapkannya.
Ketiga, dalam ilmu psikologi perkembangan dijelaskan bahwa pada usia remaja (ABG), kebutuhan seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya semakin besar. Kata lainnya adalah, mereka ingin selalu tampil/ eksis.
Berdasar ketiga hal tersebut saran saya untuk memenuhi internet dengan konten positif yang berkaitan dengan SMP dan SMA adalah, mengharuskan setiap siswa SMP dan SMA di Indonesia untuk mempunyai blog. Kemudian, guru menugasi mereka untuk menuliskan beberapa tugas sekolah ke dalam blog mereka dan mengunggahnya ke situs jejaring sosial yang mereka punya.
Coba bayangkan, apabila cara tersebut menjadi program nasional. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kemenkominfo bekerja sama menggerakkan setiap sekolah untuk melakukan program tersebut.
Menurut data dari Departemen Pendidikan Nasional, pada 2007/2008, SMP negeri di Indonesia berjumlah 15.024 dan SMA negeri berjumlah 4.493. Jadi, total SMP dan SMA negeri di Indonesia sebanyak 19.517 sekolah. Jika kita asumsikan setiap sekolah mempunyai 150 siswa saja, maka ada 2.927.550 siswa. Nah, jika satu siswa mempunyai satu blog, berarti akan ada 2.927.550 blog yang bisa dimanfaatkan untuk menyesaki internet dengan konten positif tentang SMP dan SMA. Itu sekolah swasta belum masuk ke dalam hitungan.
Lagi, misalnya semua blog itu memberi tautan ke SMP dan SMA mereka. Mesin pencari seperti Google, Yahoo, lalu Bing, pasti akan semakin gampang mendeteksi. Apalagi jika ditambah dengan menautkan blog tersebut ke situs jejaring sosial, maka tentulah akan semakin dahsyat efeknya.
Kembali ke masalah konten apa saja yang bisa diunggah? Selain tugas dari mata pelajaran seperti sejarah, bahasa Indonesia, biologi, dan lain-lain, juga bisa tentang kegiatan ekstrakurikuler sekolah, misal basket, jurnalistik, musik, karya ilmiah, dan masih banyak lagi berbagai macam kegiatan yang bisa dieksplorasi baik dalam bentuk tulisan maupun gambar.
Lalu, apakah dengan begitu para siswa SMP dan SMA itu bisa ngeksis? Lho, kenapa tidak? Misalkan tim basket atau grup musik mereka juara dalam suatu kompetisi. Dengan memamerkan informasi tersebut melalui blog dan situs jejaring sosial yang mereka punya, maka mereka pun akan ikut terangkat eksistensinya.
Jadi, menurut saya akan lebih baik jika siswa SMP dan SMA yang masih berusia muda dan mempunyai energi lebih tersebut diberikan pandangan baru yang positif tentang bagaimana memanfaatkan blog, jejaring sosial sosial, serta internet secara umum. Sehingga, selain bisa memenuhi internet dengan konten positif tentang sekolah, paling tidak ada usaha untuk menyematkan beberapa persen hal-hal bernilai ke aktifitas online mereka.
sumber (mindmata/amoeba)